![]() |
Doktor Ahli Linguistik Lulusan Leiden, Johnny Tjia memfasilitasi transisi bahasa pembelajaran pada workshop Inovasi di Kecamatan Haharu (KalderaNews/Inovasi) |
SUMBA TIMUR, KalderaNews.com - Selain tidak efektif dan bikin stress, guru dan murid, penggunaan secara campur aduk bahasa Indonesia dan bahasa setempat di banyak kelas di Sumba Timur, praktik seperti ini justru menciptakan siswa tidak memahami secara sempurna bahasa Lokal dan Bahasa Indonesia semenjak dini. Lalu seperti apa solusinya?
Bagaimana pula cara melaksanakan transisi bahasa pengirim pembelajaran yang lebih efektif dari bahasa tempat ke Bahasa Indonesia agar bahasa lokal juga sepenuhnya dikenali oleh siswa?
BACA JUGA:
Campur Aduk Bahasa Indonesia dan Bahasa Lokal di Kelas Picu Stress
Doktor Ahli Linguistik Lulusan Leiden, Johnny Tjia menyatakan ada beberapa taktik yang bisa dilaksanakan. Ia menamakannya dengan strategi 90 : 10 dan 50 : 50.
“Strategi ini cuma penamaan saja. Dalam penerapannya sangat fleksibel. Yang dimaksud 90 banding 10 ialah dikala mengajar kelas awal, guru hanya menggunakan bahasa lokal saja, tanpa penggunaan Bahasa Indonesia dari hari, katakanlah, Senin hingga Jumat. Tidak boleh menerjemahkan langsung ke bahasa daerah. Di hari Sabtu, guru memakai Bahasa Indonesia secara full, tapi pada materi yang telah dikenali siswa dan diajarkan sebelumnya,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini sungguh penting dijalankan, agar siswa sungguh-sungguh memahami konten pembelajaran. “Yang terpenting dalam pelajaran itu yakni pengetahuannya atau konten pembelajarannya. Karena dibawakan dalam bahasa ibu mereka, logika mereka akan jalan, dan konsep-rancangan pembelajaran akan lebih gampang mereka memahami. Kalau dibawakan dalam Bahasa Indonesia atau selang-seling dengan Bahasa tempat, siswa kemungkinan besar akan sedikit menyerap konten pembelajaran. Konsentrasi mereka juga terpecah mencar ilmu bahasa baru,“ terangnya pada KalderaNews.
Demikian pula konsep 50:50. Setelah merasa para siswanya mengetahui konten pembelajaran karena sudah disampaikan dalam Bahasa daerah secara sarat , para guru dapat menggunakan Bahasa Indonesia pada topik pelajaran yang serupa. Misalnya pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, menggunakan bahasa daerah dan hari selanjutnya yaitu hari Kamis hingga Sabtu memakai bahasa Indonesia.
“Intinya tidak selang-seling atau eksklusif menerjemahkan. Dalam pelajaran dengan topik yang sama, pertama dipakai Bahasa Daerah dahulu secara penuh, dan ketika guru percaya semua siswa menyerap pembelajarannya, barulah menggunakan Bahasa Indonesia,” ungkapnya
Pendekatan versi ini, sebagai langkah pertama, akan diterapkan di Sekolah Dasar Wunga, Sekolah Dasar Kadahang dan Sekolah Dasar Kapunduk di Kecamatan Hahar, Sumba Timur selaku sekolah rintisan “Program Rintisan Pembelajaran Menggunakan Multi Bahasa Bagi Siswa Penutur Bahasa Daerah” yang diprakarsai oleh INOVASI bekerjasama dengan Kemendikbud dan pemerintah daerah setempat. Para guru di SD tersebut pun telah berlatih dan menyatakan kesiapan untuk melakukannya. (FA)
* Jika merasa artikel ini berguna, silakan dishare pada saudara, sahabat dan sobat-temanmu.
Sumber https://www.kalderanews.com/