Apa Itu Stress Test Bust Dan Tdst?


JAKARTA, KalderaNews.com - Baru-gres ini Otoritas Jasa Keuangan (OJKP) menggelar Stress Test adalah suatu alat administrasi risiko yang digunakan untuk menilai kecukupan tingkat ketahanan permodalan dan kecukupan likuiditas bank dalam menghadapi pergeseran dan shock pada kondisi makroekonomi. Stress Test ini menyasar 20 Bank:  18 Bank Local Entity (17 BUK dan 1 BUS) dan 2 KCBA.

Stress Test yang dilaksanakan bersama BI ini terdiri atas 2 jenis yaitu Bottom Up Stress Test (BUST) dan Top Down Stress Test (TDST). Pelaksanaan BUST dan TDST tahun 2017/2018 merupakan Joint Stress Test antara OJK dan BI, dengan OJK mengkoordinasikan BUST sedangkan BI melaksanakan TDST sesuai amanat FSAP 2016/2017.

Bottom Up Stress Test (BUST) ialah depresi test yang dilakukan oleh perbankan (perorangan bank) menggunakan data dan model internal bank masing-masing dengan skenario dan pedoman dari Otoritas (OJK dan BI). Peserta BUST ialah bank-bank yang ditunjuk oleh Otoritas.

Sedangkan, Top Down Stress Test (TDST) ialah depresi test yang dijalankan Otoritas terhadap seluruh bank dengan skenario dan versi yang dikembangkan oleh Otoritas, menggunakan data laporan bank kepada Otoritas.

OJK bareng BI dalam laporannya menyatakan bahwa secara umum ke-20 bank memiliki ketahanan permodalan yang cukup besar lengan berkuasa untuk menyerap kerugian balasan dari keadaan pemburukan ekonomi. Dari hasil BUST nilai CAR turun 600 bps dari 22,78% menjadi 16,78%, sedangkan dari hasil TDST nilai CAR turun lebih besar adalah 793 bps dari 22,78% menjadi 14,85%.

Selain itu, indikator kualitas aset (NPL) ikut memburuk akibat dari pemburukan makroekonomi tersebut. Dari hasil BUST nilai NPL naik 628 bps dari 1,77% menjadi 8,05% (skenario adverse 1). Sedangkan dari hasil TDST nilai NPL juga naik sebesar 433 bps dari 1,77% menjadi 6,10%.

Penyebab utama penurunan CAR pada BUST yakni dari risiko kredit akhir kenaikan NPL yang mengakibatkan bank harus memperbesar biaya CKPN sebesar 673 bps serta peningkatan nilai ATMR sebesar 341 bps.

Sedangkan pada TDST, sumber penurunan CAR berasal pemburukan mutu kredit sehinga bank mesti memperbesar memperbesar biaya CKPN sebesar 623 bps serta kenaikan nilai ATMR sebesar 404 bps.

Temuan lain menyebutkan pada umumnya bank belum menghubungkan transmisi antara skenario tertekan test dengan versi/metodologi yang digunakan bank dalam depresi test, sehingga beberapa hasil depresi test tidak sejalan dengan skenario.

Bank juga belum menjelaskan secara rinci bagaimana bank dalam membangun versi risiko kreditnya, signifikansi dari masing-masing variabelnya, masa data historis yang digunakan bank dalam membangun model tersebut, serta apakah bank memakai lag varibel makroekonomi atau tidak.

Bank perlu mengembangkan kualitas dari model risiko kredit yang digunakan dalam depresi test, antara lain dengan menciptakan versi risiko kredit yang lebih granular sesuai karakteristik versi bisnis bank, versi yang dibangun harus sesuai dengan teori ekonomi dan sejalan dengan skenario tertekan test.

Serta dalam memproyeksikan NII, bank belum melaksanakan repricing gap sesuai behavioral bank sehingga beberapa hasil dari NII tidak sejalan dengan skenario.

Bank akseptor tertekan test perlu secara kontinyu mengembangkan kualitas framework/metodologi dan versi tertekan test.

Bank akseptor depresi test perlu mengintegrasikan hasil tertekan test dengan manajemen risiko dan manajemen bank, serta mengintegrasikannya dalam penyusunan rencana bisnis bank.

BUST akan dijalankan secara regular setiap tahun. Cakupan pelaksanaan BUST akan diperluas dengan risiko likuiditas.Untuk kenaikan mutu pelaksanaan stress test perlu dikerjakan capacity building (khususnya terhadap bank) secara kontinyu dan periodik. (JS)


* Jika merasa postingan ini berguna, silakan dishare pada kerabat, teman dan sobat-temanmu.


Sumber https://www.kalderanews.com/

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama