Tiket Susukan Untuk Semua Museum Di Indonesia Masih Sebatas Tentang

Kepala Bidang Informasi, Edukasi dan Pameran Museum Tekstil, Museum Wayang dan Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta, Misari (KalderaNews/JS de Britto)
JAKARTA, KalderaNews.com - Jumlah museum di Jerman, khususnya di Berlin, lebih dari 60 kawasan. Pemerintah lokal mengelola museum-museum yang ada secara serius. Di Berlin ada ungkapan “3 Tage Karte“ ialah suatu karcis kunjungan museum yang berlaku selama 3 hari.

Dengan karcis ini setiap hadirin selama 3 hari bebas memasuki semua museum yang ada di Berlin dengan sekali bayar dengan harga yang sungguh murah. Harga karcis ini sungguh murah dibandingkan kalau kita berbelanja satu karcis untuk satu museum dan masih dikalikan jumlah museum yang akan kita kunjungi. Harga yang telah murah ini pun masih akan diiris bila kita memberikan kartu mahasiswa atau pelajar.

Uniknya lagi, di dalam karcis tersebut juga dicantumkan agenda dan rute alat transportasi adalah bus dan kereta tram yang menuju ke lokasi. Andai saja museum-museum di Indonesia juga memberlakukan karcis semacam ini untuk satu kota, pastinya akan mendongkrak secara signifikan jumlah hadirin museum. Sayangnya, itu semua masih sebatas ihwal.

"Tiket akses seperti itu belum ada di Indonesia. Ada kok ihwal-ihwal mirip itu, tetapi belum terealisasi. Sebenarnya, bila banyak sekali bagian, istilahnya pemangku institusinya, menghendaki sih mampu dan sungguh mungkin," aku Kepala Bidang Informasi, Edukasi dan Pameran Museum Tekstil, Museum Wayang dan Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta, Misari pada KalderaNews.


BACA JUGA:
Yuk, Kenali Jepang Melalui Pameran Foto Arsitektur Ini
Misari: Jepang Juga Ingin Dikunjungi Orang Indonesia


Ditemui di acara pembukaan bazar foto "Built Environment: An Alternative Guide to Japan" oleh The Japan Foundation di Lobi Gedung Perkantoran Sentral Senayan I, Jl. Asia Afrika No.8, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018, beliau memastikan bahwa yang sungguh mungkin dipraktekkan untuk yang di bawah satu forum dulu.

"Misalnya 10 yang di bawah DKI itu dahulu, itu yang sangat memungkinkan. Kenapa antar museum tidak terintegrasi? Ya karena pemiliknya beda-beda. Pendiri dan pengelolanya kan beda-beda. Kalau DKI kurang lebih 10, ya 11 museum lah dengan yang di Perkampungan Betawi. Tapi kan manajemennya beda-beda."

Ia menjelaskan bahwa kemungkinan yang mampu dilaksanakan, ya sebatas sinergi acara. Karena selain melakukan pekerjaan di museum, beliau juga menjadi dewan di salah satu perkumpulan museum di Jakarta. Jadi, paling tidak ada integrasi gosip, bisa saling tahu dan perkuat antar pengelola.

Kendati tiket saluran yang bisa berlaku untuk banyak museum itu masih sebatas tentang, ia mengaku senang alasannya adalah antusiasme masyarakat untuk berkunjung ke museum telah meningkat.

"Saya bekerja di museum sejak 1998. Sampai sekarang sekitar 20 tahunan. Saya menyaksikan pertumbuhan orang Indonesia untuk cinta museum telah ada. Dari yang tadinya belum mau pergi ke museum, kesannya jadi gandrung. Itu sudah pesat banget perkembangannya hingga saat ini," akunya.

Perkembangan ini pasti tidak bisa lepas dari inovasi-penemuan yang dijalankan untuk menawan hadirin. Strategi museum tempatnya bekerja, misalnya, melaksanakan penemuan-penemuan dalam kegiatan interaktif karena museum seni.

"Museum ini sangat memungkinkan kami untuk mengajak masyarakat mengenal koleksi melalui acara melibatkan mereka secara pribadi. Pengunjung bisa berguru membatik untuk di tekstil, mencar ilmu menciptakan wayang di Museum Wayang, berguru menciptakan keramik di Museum Keramik dan belajar lukis di Museum Seni Rupa," pungkasnya. (JS)


* Jika merasa artikel ini berguna, silakan dishare pada saudara, teman dan teman-temanmu.
Sumber https://www.kalderanews.com/

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama