Oleh: Abdul Rivai Ras*
Puasa Ramadhan sesungguhnya bulan dimana umat muslim diberikan waktu istimewa dari Tuhan Yang Maha Besar untuk merefleksikan diri dan menumbuhkan sisi spiritualnya.
Dalam bulan ini juga tidak hanya sekedar tidak makan dan minum dan menghindari hal-hal yang membatalkan puasa lainnya dari subuh hingga bedug maghrib. Namun lebih dari itu puasa bulan Ramadhan ternyata mengandung nilai-nilai yang luhur untuk kita mampu petik hikmahnya.
Nilai-nilai ini tentu saja tidak cuma berlaku bagi umat muslim saja, namun nilai-nilai yang ada pada puasa di bulan Ramadhan ini juga sungguh berkaitan dengan kehidupan antar sesama umat insan di seluruh penghuni jagad raya ini.
Karena itu, puasa Ramadhan, pada dasarnya memberi pembelajaran untuk senantiasa melatih ketabahan, kejujuran hingga menahan diri dari aneka macam hawa nafsu, agresi anarkis dan kekerasan atau terror lainnya.
Menyongsong tahun politik Pilkada bersamaan 2018 dan Pilpres 2019, semestinya kita yang melaksanakan ibadah ini mempunyai kekuatan dan daya untuk belajar tertib politik dan mencegah aneka macam upaya pembusukan politik (Francis Fukuyama, Political Order and Political Decay, 2011).
Makna Menahan Diri
Untuk mengingatkan kembali makna berpuasa sebenarnya, dapat dilihat dari beberapa sisi antara lain; ialah ajang untuk beribadah seharusnya baiknya, siap menyambut malam seribu bulan, memperbanyak amal dan membuatnya sebagai bulan Al-Alquran. Sedangkan bab yang paling penting dan tak terpisahkan dalam bulan suci ini ialah perjuangan kita ‘menahan diri’ dari segala emosi dan menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tercela.
Menahan diri dari segala emosi bukan cuma sekedar menahan haus dan lapar, tetapi di bulan Suci ini, disarankan untuk juga menahan godaan diri dari segala bentuk emosi amarah, nafsu, dan emosi yang berlebih, yang mampu menyia-nyiakan aktivitas berpuasa. Maka dari itu, muslim direkomendasikan untuk lebih banyak menghabiskan waktu untuk beribadah, tadarusan, meminta maaf pada orang lain dan menunjukkan maaf pada sesama.
Sedangkan menahan diri untuk tidak mencela, memfitnah, bergosip, dan melaksanakan tindakan kampanye hitam, apalagi kekerasan - yang bahwasanya tersebut diatas tidak ada yang bagus, apalagi ketika Ramadhan datang. Karena, Nabi Muhammad shalallahu’alaihi Wassalam pernah bersabda, “Hindarilah oleh kalian perbuatan ghibah. Karena ghibah lebih besar dosanya dibandingkan dengan zina. Seseorang kadang-kadang berzina kemudian bertaubat terhadap Allah Subhanahu Wata’ala dan diterima taubatnya oleh Allah.
Sedang orang yang berbuat ghibah, beliau tidak akan diampuni sampai orang yang ia ghibah-i memaafkannya”.(Ihya Ulumiddin, Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali, jilid 4, hal 411). Untuk itu, menahan diri ialah jembatan yang bagus menuju tertib politik dan menghindari politik bau.
Pengendalian dalam Politik
Pentingnya pengendalian diri dan nafsu duniawi ini tidak hanya berlaku pada seseorang atau sejumlah orang tertentu saja dalam bulan mulia Ramadhan, alasannya adalah pasalnya pada seorang politisi atau para pelakub politik tergolong tim berhasil dan simpatisan mereka juga membutuhkan hal ini. Memang sebelumnya juga sudah diterangkan bahwa pengendalian diri dan nafsu dalam wujud puasa ini akan memiliki kegunaan bagi mereka dalam hidupnya secara umum.
Nah, dari sinilah bagi mereka para politisi atau segenap masyarakat dalam kalangan yang melaksanakan interaksi politik di dalam melaksanakan ibadah puasa sebaiknya bisa mengambil pesan tersirat dari bulan suci Ramadhan ini. Sebuah pesan yang tersirat yang berbentukpengendalian diri dan nafsu dari Ramadan Ramadhan ini yang mau sangat menolong mereka untuk mampu menjangkau sukses dalam bersaing secara sehat, fair dan sarat kedamaian.
Bangun Tertib Politik dan Jangan Berpolitik Busuk
Filosofi menahan diri dan konsisten dalam melakukan puasa Ramadhan atau mungkin puasa-puasa yang yang lain maka sudah selayaknya menjadi orang yang bisa menahan diri dari apapun, terutama nafsu. Puasa memang menjadi suatu metode atau cara yang diajarkan oleh agama untuk penganutnya agar bisa mengatur dan menertibkan diri dan nafsunya.
Terkait dengan dunia politik, utamanya dalam menyambut Pilkada serempak dan Pemilu 2019 mendatang, dibutuhkan bermutu, demokratis, dan bermartabat, yang mampu dilihat dari dua sisi, ialah sisi proses dan hasil yang dicapai. Dari sisi proses, penyeleksian ini dinilai bermutu jikalau berlangsung secara demokratis, aman, tertib dan tanpa gangguan serta jujur dan adil.
Jika di lihat dari sisi hasil, pemilihan yang berkualitas harus dapat menciptakan pemimpin yang higienis, berintegritas, berkarakter dan mampu mensejahterakan rakyat, serta dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia atau daerah dalam persaingan global atau pemimpin yang bisa merealisasikan harapan nasional.
Pilkada atau Pemilu yang hendak tiba seyogyanya bermuara pada upaya merealisasikan ‘tertib politik’ maupun tertib sosial. Kini rakyat membutuhkan keseimbangan langkah untuk mewujudkan ketertiban dalam berpolitik dan keteraturan dalam bermasyarakat.
Sebaliknya, dengan memetik hikmah puasa, kita mampu menjauhkan diri dari perbuatan tercela. Jangan sekali-kali melaksanakan tidakan politik anyir dalam bentuk penyebaran berita negatif (yang membusuk-busukkan satu pasangan calon) oleh sebuah pihak. Bisa jadi yang menyebar info negatif ataupun kampanye hitam atas pasangan calon tersebut yakni lawan tertentu dalam Pilkada, atau simpatisan lawannya.
Namun ada kalanya juga dari golongan independen, yang benar-benar tidak memihak pada salah satu calon, namun semata untuk menyelamatkan daerahnya agar tak jatuh ke tangan politikus yang rekam jejaknya terkenal memang anyir.
Secara akademik, sebenarnya arti dari pembusukan politik (political decay) seperti yang biasa dalam teori ilmu politik, ialah gejala atau bahkan realitas yang ialah implikasi dari praktik rumusan Lord Acton: power tend to corrupt, otoriter power corrupt absolutely. Kaprikornus, pembusukan politik merupakan keadaan dikala para bintang film pada berbagai cabang kekuasaan negara sudah menyalahgunakan kekuasaan, baik untuk kepentingan sendiri, kelompok, atau koalisi antarkelompok.
Hal lain dalam praktik politik wangi ini yakni tindakan melakukan ‘hoax’ dan fitnah dalam segala dimensinya, misalnya ulah politisi yang tak memiliki kepatutan dan tidak paham akhlak politik, ber-ideologi bubuk-debu, dan senantiasa menggunakan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan.
Secercah Harapan
Harapan kita semua, di dalam bulan yang magfirah ini, kita harus mampu ‘menahan diri’, sehingga pada gilirannya sehabis berpuasa penuh selama satu bulan maka kita semestinya sudah menjadi orang yang berbeda dan lebih baik dari sebelum berpuasa Ramadhan.
Satu tahun tak terasa, Ramadhan pun sudah kembali lagi. Mudah-mudahan yang dilalui dan dikerjakan menjadi kebaikan di bulan suci ini. Marhaban ya Ramadhan - Selamat memasuki bulan suci Ramadhan 1439 H, semoga senantiasa amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Amin (*)
* Abdul Rivai Ras, Founder BroRivai Center.
* Jika merasa artikel ini berguna, silakan dishare pada saudara, sobat dan sahabat-temanmu. Sumber https://www.kalderanews.com/