Komnas Ham Mediasi Kemelut Penggusuran Kampung Balubur Oleh Pemkot Bandung

Pertemuan Komnas HAM dengan warga Taman Sari (KalderaNews/Komnas HAM)

JAKARTA, KalderaNews.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemkot Bandung tidak melaksanakan penggusuran dan tindakan-langkah-langkah yang kontra produktif yang mampu memicu terjadinya konflik. Permintaan ini disampaikan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik merespon rencana penggusuran bangunan warga di Kampung Balubur, Kelurahan Taman Sari, Bandung Wetan oleh Pemkot Bandung.

Ia menegaskan Komnas HAM sejauh ini masih melakukan mediasi. Dari hasil kajian, amatan dan analisa Komnas HAM terhadap perkara ini yaitu agar proses penggusuran harus sesuai patokan Hak Asasi Manusia yang dikelola dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 perihal Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Ada tiga instrumen yang harus diamati ketika melaksanakan penggusuran adalah musyawarah mufakat, informasiyang layak dan relokasi sebelum penggusuran dijalankan.

Pertemuan Komnas HAM yang dipimpin Koordinator Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara dengan Pemkot Bandung yang dipimpin oleh Asisten 2 Bidang Perekonomian dan Pembangunan Bapak Iming Ahmad (KalderaNews/Komnas HAM)
Sejauh ini, Komnas HAM sudah mendapatkan surat pengaduan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung tertanggal 3 Agustus 2018, perihal rencana penggusuran bangunan warga di Kampung Balubur RW 11, Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung oleh pihak Pemkot Bandung. Pada intinya pengadu menyatakan keberatan terhadap planning penggusuran tanah tersebut, alasannya adalah belum ada musyawarah mufakat kepada permasalahan tersebut.

Warga merasa planning pembangunan rumah deret itu tidak sesuai dengan prosedur karena pemkot Bandung hanya mengandalkan surat informasi status lahan, tidak adanya konsultasi publik untuk mencapai musyawarah mufakat, tidak adanya tim aprasial untuk proses penilaian terkait lahan, residensial dan beragam faktor yang melingkupinya dan sketsa ganti rugi yang tidak sesuai dengan aspirasi warga alasannya warga belum setuju atas hitungan berdasarkan NJOP yang sungguh jauh nilainya dari nilai bekerjsama, termasuk bagaimana denah relokasinya yang sebaiknya dikelola dalam Surat Keterangan Penetapan Kompensasi Bangunan dan Penetapan Relokasi.

Kemudian sejak dikeluarkanya SK tersebut, warga terintimidasi secara fisik dan psikologis. Dimulai dengan adanya pengukuran membisu-membisu sampai pengantaran alat berat pada tanggal 6 November 2017 ke pemukiman warga melalui jalan belakang kampung di bawah flyover.

"Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dikala proses penggusuran dijalankan yakni: pinjaman prosedural, tanpa intimidasi dan kekerasan, serta mengerahkan aparat secara proporsional," tegas Ahmad Taufan Damanik dalam informasi persnya pada KalderaNews.

Selain itu, setiap orang berhak atas pinjaman diri eksklusif, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (1), dan bila sesuatu benda menurut ketentuan aturan demi kepentingan lazim harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu, maka hal itu dijalankan dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-seruan kecuali diputuskan lain, Pasal 37 ayat (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 ihwal Hak Asasi Manusia. (JS)


* Jika merasa artikel ini berfaedah, silakan dishare pada saudara, teman dan sobat-temanmu.
Sumber https://www.kalderanews.com/

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama