Duh, Jumlah Perokok Anak Di Bawah 18 Tahun Terus Bertambah

KI-KA: Nurul Luntungan (CISDI), Laila Munaf (Pendiri Sana Studio dan Penggagas Gaya Hidup Sehat), Yasha Chatab (Pakar Branding dan Komunikasi Pemasaran) dan Sari Soegondo selaku moderator (Konsultan Komunikasi) (KalderaNews/JS de Britto)
JAKARTA, KalderaNews.com - Center for Indonesia’s Strategic Initiative (CISDI) menggelar serial diskusi Ruang Temu kedua yang menghadirkan komunitas gaya hidup dan social change-makers untuk berdialog tentang upaya yang perlu dikerjakan untuk meminimalisir tingginya prevalensi merokok di Indonesia, utamanya bagi kelompok anak, cukup umur dan miskin.

Diskusi yang berlangsung di TierSpace, Kamis, Kamis, 6 September 2018 lalu menghadirkan tiga narasumber dari banyak sekali latar belakang ialah Nurul Luntungan (CISDI), Yasha Chatab (Pakar Branding dan Komunikasi Pemasaran) dan Laila Munaf (Pendiri Sana Studio dan Penggagas Gaya Hidup Sehat). Diskusi dimoderatori oleh Sari Soegondo (Konsultan Komunikasi).

“Saat ini di Indonesia, perokok aktif berjumlah 30% dari total populasi dan 60% didominasi oleh pria. Fakta lain yang cukup mengerikan yakni jumlah perokok anak di bawah 18 tahun terus bertambah, yakni dari 7,2 % di tahun 2009 menjadi 8,8 % di tahun 2016. Angka ini semakin jauh dari target Rencana Pembangungan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019 yang berada di 5,5%. Fakta ini menggambarkan bahwa belum ada imbas signifikan dari kenaikan harga rokok setiap tahunnya,” tegas Nurul.

Diskusi ini juga menekankan pada pengaruh signifikan akibat tingginya prevanlensi merokok di Indonesia, adalah kerugian negara yang meraih Rp 500 triliun yang dijumlah dari jumlah uang yang dibakar untuk merokok, hari yang hilang alasannya adalah sakit akhir faktor risiko merokok, ongkos pengobatan, dan waktu produktif yang hilang akhir merokok.

Nurul menambahkan ongkos pengobatan dapat dilihat dari realita bahwa 25% klaim BPJS yakni untuk penyakit akibat rokok diantaranya jantung dan kanker paru. Misalnya, dari 10 orang pasien kanker paru, sebenarnya 9 disebabkan oleh kebiasaan merokok.

“Sekarang BPJS Kesehatan sedang defisit dimana 25% biaya BPJS dibebani oleh penyakit-penyakit akhir aspek risiko merokok. Pemasukannya Rp 150 triliun, namun yang pengeluarannya mencapai Rp 600 triliun untuk biaya pengobatan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok,” imbuh Nurul.

Sementaara itu Yasha Chatab mengakui, industri rokok sudah usang turun dari puncaknya dan terus mengalami penurunan balasan tingginya kesadaran penduduk dunia kebanyakan terhadap ancaman merokok. Namun, di Indonesia, para pelaku industri berupaya untuk terus memperpanjang periode sunset tersebut dengan menjadikannya suatu permainan penjualan (marketing game) antara sesama kompetitor supaya industri rokok mampu terus mendominasi pasar seluas-luasnya.

"Mereka bisa menciptakan banyak sekali macam kombinasi rokok dengan menularkan nilai-nilai ‘personifikasi keren’ dari setiap merk yang berlainan. Ditambah lagi upaya penegakan aturan kepada kebijakan beriklan rokok di Indonesia yang nyatanya masih sangat mampu diperketat, agar masyarakat tidak terekspos iklan rokok secara berkala dalam acara harian mereka.”

Menanggapi faktor-aspek pendukung prevalensi merokok di Indonesia, Laila menekankan pentingnua upaya secara gotong royong untuk ikut menurunkan prevalensi merokok di Indonesia. Salah satunya dengan mengkampanyekan gaya hidup sehat dan membuatnya tren yang perlu diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, harus ada ketegasan dari para influencer gaya hidup sehat untuk memagari diri kepada sponsor rokok, yang hendak menciptakan ruang gerak industri rokok semakin terbatas.

“Meniru kampanye penghematan penggunaan plastik yang semakin banyak dilakukan aneka macam pihak balasan edukasi di sosial media, maka harusnya cara yang sama juga bisa diaplikasikan untuk mengkampanyekan gaya hidup sehat, tergolong undangan untuk tidak merokok,” tandas Laila. (JS)



* Jika merasa artikel ini berfaedah, silakan dishare pada saudara, sahabat dan sahabat-temanmu.
Sumber https://www.kalderanews.com/

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama