Hiasan Pohon Natal (KalderaNews/Ist) |
Makna Simbolik Pohon Natal
Pohon Natal berkembang dari Eropa. Sebuah pohon dalam kebudayaan Jerman Kuno mengacu pada makna kehidupan dan kesucian. Bangsa Jerman Kuno percaya bahwa dalam suatu pohon tinggal roh-roh yang baik. Pohon-pohon dihuni oleh roh yang berkarakter baik. Mereka ini diundang oleh insan lewat suatu ritual tertentu untuk hadir membantu dan mempertahankan kehidupan manusia dari ancaman kejahatan yang datang dari roh-roh jahat.
Makna kehidupan terungkap dalam dogma bahwa pohon-pohon menjadi daerah tinggal roh-roh yang baik dan roh-roh ini mempertahankan, melindungi dan membantu insan. Makna kesucian terepresentasi dalam sifat dan perbuatan roh yang tinggal dalam pohon ini adalah menjadi suri contoh dan sekaligus selalu mengajak manusia untuk tetap hidup dalam kebaikan dan mempertahankan kehidupan. Pohon dengan ranting-rantingnya yang runcing dan tetap menghijau menunjukan bahwa pohon selalu dihuni oleh roh yang baik dan secara pribadi tampak kehadirannya yang selalu menjaga manusia dari segala peristiwa, bahaya dan bencana. Keyakinan semacam ini tetap diyakini manusia pada waktu itu meski mereka telah mengenal pemikiran agama Kristiani.
Pohon Natal (KalderaNews/Ist) |
Makna Teologis
Bayi penyelamat (Yesus) dan ibunya (Maria) dibandingkan secara teologis dalam koridor figur yang kontras dengan Adam dan Hawa. Adam dan Hawa terjatuh dalam dosa sehabis Hawa terbujuk oleh ular adalah dengan mengikuti rayuan ular dan memakan buah terlarang dari pohon wawasan tentang yang baik dan yang jahat. Kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa ini ditebus dengan kelahiran bayi Yesus, Sang Penyelamat.
Dalam relasi dengan pohon natal, peristiwa keselamatan lewat kelahiran Yesus bermakna dosa lama Adam dan Hawa dikarenakan telah mengindahkan larangan Allah dan menyantap buah terlarang dari pohon pengetahuan yang bagus dan yang jahat telah ditebus.
Pohon natal dengan dekorasi berupa buah-buah apel dan dekorasi manisan timbul untuk melambangkan dosa insan pertama Adam dan Hawa dan keamanan atas insan melalui Yesus Kristus.
Pohon yang melambangkan kejatuhan insan pertama ke dalam dosa mulai berkembang dan tersebar pada tahun 1570 berawal dari Elsaß dan Swiss dan pertama-tama meningkat di kelompok gereja Protestan. Gereja Katolik sendiri tidak inginmemparalelkan makna teologis dari keamanan secara ekstrem dengan pohon Natal, demikian tersurat dalam beberapa literatur. Meski demikian, dimungkinkan pula bahwa identifikasi pohon Natal dengan pohon pengetahuan tentang yang bagus dan yang jelek tidak disangsikan lagi.
Pohon Natal (KalderaNews/Ist) |
Karena orang-orang zaman itu ingin mempertahankan pohon Natal sebagai tanda utama dan ciri khas pada periode Natal dan ingin melanggengkan eksistensi pohon natal sampai pesta kehadiran tiga raja dari timur yang menjenguk dan menyembah bayi Yesus, umat Nasrani menghiasinya dengan sarat seksama supaya pohon Natal mampu bertahan usang. Sejak periode ini pula kado-hadiah Natal mulai memenuhi celah-celah kosong di bawah pohon Natal. Lebih mempesona lagi, keinginan dan cita-cita anak-naka kecil dalam bentuk goresan pena dan dihias dengan indah atau bahkan dimasukkan dalam miniatur khusus mulai digantung di dahan pohon Natal.
Baru pada abad XX pohon Natal dan kadang Natal digabungkan kehadirannya pada masa Natal di dalam gereja dan kehadirannya menjadi ciri khas kurun Natal hingga sekarang. Mulai abad XX ini pula sudah terlihat umum orang mempunyai pohon dan sangkar Natal di rumah masing-masing.
Semarak Malam Natal
Menarik bahwa di Swiss, Perancis, Inggris dan Swedia ada tradisi unik berbentukpemberkatan dan pembakaran gelondong kayu yang disebut dengan gelondong kayu natal. Dengan debu dari gelondong kayu Natal ini imam memberkati umat, hewan dan ternak piaraan, rumah dan kota yang bersangkutan. Banyak juga umat yang lantas menjinjing sepotong arang atau abu dari gelondongan kayu Natal yang telah dibakar ke tempat tinggal masing-masing dan menyimpannya hingga natal tahun selanjutnya tiba. Mereka mempercayai ada rahmat keselamatan yang diperoleh dengan menyimpannya. Khusus di Inggris, selama gelondong Natal terbakar, umat boleh mencampakkan sisa-sisa kuliner ke dalam bara api.
Tradisi pembakaran gelondong kayu Natal pada malam natal ini ternyata berkembang dan menjalar sampai ke Amerika teristimewa di antara kaum budak berkulit hitam. Mereka berkumpul pada malam Natal di daerah khusus dan aben gelondong pohon Natal. Selama pembakaran ini berlaku hukum perdamaian. Para budak ini dilarang dihukum pada malam Matal. Mereka bebas dari pekerjaan dan boleh merayakan malam Natal.
Pohon Natal (KalderaNews/Ist) |
Di India seremoni pohon Natal direlasikan dengan doa kristiani. Pohon Natal yang telah dihias ditanam di halaman rumah dan semua anggota keluarga berkumpul untuk berdoa dengan memegang lilin yang menyala. Pada pesta keluarga ini, mereka menyimak pembacaan dari kitab suci kisah kelahiran Yesus. Selanjutnya mereka menaruh lilin yang masih menyala diujung dahan-dahan pohon Natal. Karena sudah menjadi tradisi bahwa pada pesta ini mereka juga menyalakan api unggun, ada tradisi unik pula. Mereka meloncati bara api sambil mengucapkan atau membantinkan keinginan dan impian mereka.
Kehadiran pohon Natal dan malam Natal dalam sejarah dan tradisi ternyata termaknai secara khusus dan bukan sekadar ritual wajib tanpa pemaknaan khusus. Semoga goresan pena ini memiliki kegunaan bagi mereka yang mau menyambut dan merayakan pesta natal, pesta keselamatan. (JS)
* Jika merasa artikel ini berguna, silakan dishare pada saudara, sahabat dan sahabat-temanmu. Sumber https://www.kalderanews.com/